BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG.
Kata
olahraga berasal dari kata olah dan raga. Olah berarti upaya untuk merubah,
mematangkan dan menyempurnakan. Sedangkan raga mengacu pada bagaimana kasat
mata dari manusia yang tak dapat dipisah-pisahkan dari manusia seutuhnya yang
memiliki potensi untuk bergerak.
Olahraga dengan segala aspek dan dimensi
kegiatannya, lebih-lebih yang mengandung unsur pertandingan atau kompetisi,
harus disertai dengan sikap dan prilaku yang didasarkan pada kesadaran moral.
Sikap itu menyatakan kesiapan untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan
peraturan. Bahkan, kesiapan itu tidak hanya loyal terhadap ketentuan yang
tersirat, tetapi juga kesanggupan untuk membaca dan memutuskan pertimbangan
berdasarkan kata hati. Kepatutan tindakan itu diterangi oleh sinar yang
bersumber dari batiniah.
Kesadaran
bahwa olahraga merupakan ilmu secara internasional mulai muncul pertengahan
abad 20, dan di Indonesia secara resmi dibakukan melalui deklarasi ilmu
olahraga tahun 1998. Beberapa akademisi dan masyarakat awam memang masih
pesimis terhadap eksistensi ilmu olahraga, khususnya di Indonesia, terutama
dengan melihat kajian dan wacana akademis yang masih sangat terbatas dan kurang
integral. Namun sebagai suatu ilmu baru yang diakui secara luas, ilmu olahraga
berkembang seiring kompleksitas permasalahan yang ada dengan
ketertarikan-ketertarikan ilmiah yang mulai bergairah menunjukkan eksistensi
ilmu baru ini ke arah kemapanan.
Filsafat,
dalam hal ini dianggap memiliki tanggung jawab penting dalam mempersatukan
berbagai kajian ilmu untuk dirumuskan secara padu dan mengakar menuju ilmu
olahraga dalam tiga dimensi ilmiahnya (ontologi, epistemologi dan aksiologi)
yang kokoh dan sejajar dengan ilmu lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Objek Studi Ilmu Keolahragaan
Karakteristik dari objek studi Ilmu
Keolahragaan adalah fenomena gerak manusia. Fenomena gerak ini dalam konteks
keolahragaan menjadi amat kompleks karena mengandung muatan biologis,
psikologis, dan antropologis. Olahraga adalah bentuk perilaku gerak manusia
yang spesifik. Arah dan tujuan orang berolahraga termasuk waktu dan lokasi
kegiatan dilaksanakan sedemikian beragam. Ini menunjukkan bahwa olahraga
merupakan fenomena yang relevan dengan kehidupan sosial dan ekspresi budaya,
termasuk dalam hal ini kecenderungan khas ideologi, profesi, organisasi,
pendidikan dan sains. Sedangkan sifat universalitas menunjukkan keanekaragaman
olahraga yang dipengaruhi oleh keragaman sosial budaya dan kondisi geografis
yang spesifik (Haag, 1994: 13)
Fenomena olahraga hadir di masyarakat dan terkontrol di bawah restu nilai dan
norma, di samping terikat langsung oleh kapasitas kemampuan biologik (Rusli dan
Sumardianto, 2000: 2).
Arah kajian Ilmu Keolahragaan secara
khusus adalah ilmu tentang manusia berkenaan dengan perilaku gerak insani yang
diperagakan dalam adegan bermain,
berolahraga dan berlatih (KDI Keolahragaan, 2000: 7). Karena itu, esensi dari
fokus studi Ilmu Keolahragaan adalah studi dan pendidikan manusia dalam gerak.
Tegasnya, arah kajian Ilmu Keolahragaan adalah gerak manusia (human
movement), sehingga objek formalnya adalah gerak manusia dalam rangka
pembentukan (forming) dan pendidikan (KDI Keolahragaan, 2000: 7).
Perilaku gerak berlangsung dalam
hubungan koordinasi yang amat kompleks namun teratur, cepat, dan halus dari
fungsi-fungsi neuro-fisiologis-anatomis yang menyatu dengan fungsi psikologis,
sesuai ciri-ciri biologis manusia yang mampu memperbarui energi dan
melaksanakan daur ulang, mengatur diri sendiri, beradaptasi, serta kemampuan
mempertahankan keseimbangan atau homeostatis sebagai kata kunci untuk
bertahan hidup. Ternyata gerak yang tampak dalam perilaku merupakan hasil
keseluruhan sistem yang sinkron dan menyatu antara jiwa dan badan yang
membentuk satuan individu sebagai pribadi. Unsur fisik-biologis, biokimia,
impuls syaraf elektronik menyatu dengan unsur mental dan rohaniah. Manusia
menggerakkan dirinya secara sadar melalui pengalaman badaniah sebagai medium
mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks pendidikan, khususnya pendidikan
jasmani, gerak manusia inilah yang menjadi medan pergaulan yang bersifat
mendidik antara peserta didik sebagai aktor, dan pendidik sebagai auctor,
pengarah sekaligus fasilitator (Rusli dan Sumardianto, 2000: 1-2).
Hal tersebut selaras dengan
pengertian olahraga itu sendiri yang dipahami sebagai proses pembinaan
sekaligus pembentukan melalui perantaraan raga, aktivitas jasmani, atau
pengalaman jasmaniah (body experience) dalam rangka menumbuhkembangkan
potensi manusia secara menyeluruh menuju kesempurnaan. Jadi Ilmu Keolahragaan
adalah pengetahuan yang sistematis dan terorganisir tentang fenomena
keolahragaan yang dibangun melalui sistem penelitian ilmiah yang diperoleh dari
medan-medan penyelidikan, di mana produk nyatanya tampak dalam batang tubuh
pengetahuan Ilmu Keolahragaan (KDI Keolahragaan, 2000: 8).
B.
Medan
Kajian Ilmu Keolahragaan
Fungsi Ilmu Keolahragaan adalah
mengkaji persoalan berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi dan
mengungkapkan pengetahuan sebagai jawabannya secara ilmiah. Berkaitan dengan
objek formalnya, maka medan pengkajian Ilmu Keolahragaan mencakup spektrum
aktivitas pendidikan jasmani yang cukup luas, yang meliputi: (1) bermain (play),
(2) berolahraga (dalam arti sport) (3) pendidikan jasmani dan
kesehatan (physical and health education), (4) rekreasi (recreation
and leisure), dan (5) tari (dance). Hal ini tampak jelas dari sisi
praktis atau layanan profesional yang pada gilirannya menjadi lahan subur bagi
pengembangan batang tubuh Ilmu Keolahragaan itu sendiri (KDI Keolahragaan,
2000: 9).
a. Bermain
Johan Huizinga melihat permainan
sebagai sumber dari bentuk-bentuk kultural paling penting, yang merentang sejak
dari hal-hal yang menyenangkan, seperti seni, sampai ke hal-hal yang kurang
menyenangkan dan kontroversial, seperti perang. Dalam karyanya Homo Ludens (manusia
sebagai makhluk bermain – yang menjadi tesis antropologis-filsafatinya),
Huizinga (1950: 18-21) memaparkan karakteristik bermain sebagai dorongan
naluri, aktivitas bebas, dan pada anak merupakan keniscayaan sosiologis dan
biologis. Ciri lain yang amat mendasar yakni kegiatan itu dilaksanakan secara
suka rela, tanpa paksaan, dalam waktu luang. Huizinga menyebutkan juga ciri
khusus permainan: ini bukanlah kehidupan “nyata” dan kebebasan mewarnai
aktivitas tersebut. Namun patut diingat bahwa sebenarnya Huizinga menegaskan
permainan sebagai keberadaan yang “tak serius”, tetapi di saat yang sama
menyeret pemainnya untuk bermain intens atau habis-habisan (Huizinga, 1950:
21).
Huizinga melihat bahwa bermain dan
berolahraga merupakan kegiatan yang senantiasa ada dalam inti kebudayaan
masyarakat, sejak primitif sampai modern (Huizinga, dalam Hyland, 1990: 23).
Meskipun “tak serius”, di dalam permainan terdapat nilai pendidikan, sehingga
perlu dimanfaatkan sebagai upaya menuju pendewasaan melalui pemberian
rangsangan yang bersifat menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental sosial, dan
moral yang berguna pada pencapaian pertumbuhan dan perkembangan secara normal
dan wajar. Tujuan yang ingin dicapai tersirat di dalam kegiatan itu, suatu ciri
yang membedakannya dengan aktivitas ‘bekerja’ (KDI Keolahragaan, 2000: 9-10).
b. Olahraga (Sport)
Istilah olahraga yang digunakan
disini merupakan istilah generik, sehingga pengetahuannya tidak terbatas pada
pengertian sempit olahraga prestasi-kompetitif-elit untuk sementara olahragawan
yang pelaksanaannya dikelola secara formal seperti lazim dijumpai pada
cabang-cabang olahraga resmi, tetapi juga jenis-jenis aktivitas jasmani lainnya
yang bersifat informal.
Olahraga sebagai kata majemuk
berasal dari kata olah dan raga. Olah artinya upaya untuk mengubah atau
mematangkan, atau upaya untuk menyempurnakan. Bisa juga olah
diinterpretasikan sebagai perubahan bunyi istilah ulah, yang berarti perbuatan
atau tindakan. Sedangkan raga berarti badan/fisik. Dengan demikian,
secara etimologis singkat, olahraga berarti penyempurnaan atau aktivitas fisik.
Abdulkadir Ateng (dalam Harsuki dan Soewatini (ed.), 2003: 45) menganggap rancu
jika kata olahraga ini dipadankan dengan kata asing sport. Menurutnya, sport
hanya sebagian dari isi pengertian olahraga. Ia berasal dari bahasa Inggris
Kuno disportare, yang berarti bersenang-senang [bandingkan dengan
Rusli dan Sumardianto (2000: 1) yang berpendapat bahwa istilah sport berasal
dari kata disport, dan pertama kali muncul dalam kepustakaan pada tahun
1303 yang berarti “sport, past time, recreation, and pleasure”]. Padanan
sport yang lebih mendekati aslinya adalah seperti istilah sukan di
Malaysia (Indonesia: bersuka-sukaan) (Abdulkadir, dalam Harsuki dan Soewatini
(ed.), 2003: 45).
Makna istilah olahraga memang selalu
berubah sepanjang waktu, namun esensi pengertiannya mengandung tiga unsur
pokok: bermain, latihan fisik, dan kompetisi (Rusli dan Sumardianto, 2000:
1-2). Dalam “Declaration of Sport”, UNESCO mendefinisikan olahraga berikut ini,
yang menyiratkan betapa luas kemungkinan cakupan makna olahraga:
Olahraga adalah setiap aktivitas
fisik berupa permainan yang berisikan perjuangan melawan unsur-unsur alam,
orang lain, ataupun diri sendiri (dalam Rusli dan Sumardianto, 2000: 6).
Definisi lain yang dirumuskan oleh
Dewan Eropa pada tahun 1980 yang berbunyi “Olahraga sebagai aktivitas spontan,
bebas, dan dilaksanakan selama waktu luang” merupakan interpretasi yang
bersifat umum yang kemudian digunakan sebagai dasar bagi sport for all – olahraga
masal - yang dimulai di Eropa tahun 1966, dan 27 tahun kemudian Indonesia
mencanangkan panji olahraga “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan
masyarakat” (Rusli dan Sumardianto, 2000: 6).
Berbagai definisi yang sudah ada
tentang olahraga, bagaimanapun harus dilandasi suatu argumentasi yang
konsisten. Istilah olahraga yang dipakai sebagai rujukan pengembangan Ilmu
Keolahragaan adalah definisi yang bersifat umum, rumusan pedagog asal Jerman,
Herbert Haag yang memperoleh pengakuan internasional:
The world sport is not used in the
narrow sense of athletics of competitive sport, rather it means the sum of
physical activities of formal and informal nature realize mostly in sport
discipliness but also in fundamental forms like calisthenics, fitness training,
or aerobics (Rusli
dan Sumardianto, 2000: 7).
Olahraga itu sendiri pada hakikatnya
bersifat netral dan natural, namun masyarakatlah yang kemudian membentuk dan
memberi arti terhadapnya. Sesuai dengan fungsi dan tujuannya, olahraga dapat
dirinci sebagai berikut.
1. Olahraga pendidikan adalah proses
pembinaan menekankan penguasaan keterampilan dan ketangkasan berolahraga
termasuk juga pembinaan nilai-nilai kependidikan melalui pembekalan pengalaman
yang lengkap sehingga yang terjadi adalah proses sosialisasi melalui dan ke
dalam olahraga.
2. Olahraga
kesehatan adalah jenis kegiatan olahraga yang lebih menitikberatkan pada upaya
mencapai tujuan kesehatan dan fitnes yang tercakup dalam konsep well-being
melalui kegiatan olahraga.
3. Olahraga
rekreatif adalah jenis kegiatan olahraga yang menekankan pencapaian tujuan yang
bersifat rekreatif atau manfaat dari aspek jasmaniah dan sosial-psikologis.
4. Olahraga
rehabilitatif adalah jenis kegiatan olahraga, atau latihan jasmani yang
menekankan tujuan yang bersifat terapi atau aspek psikis dari perilaku.
5. Olahraga
kompetitif adalah jenis kegiatan olahraga yang menitikberatkan peragaan
performa dan pencapaian prestasi maksimal yang biasanya dikelola oleh organisasi
olahraga formal, baik nasional maupun internasional (KDI Keolahragaan, 2000:
10-11).
Karena karakteristik olahraga
semakin kompleks, selain mengandung muatan bio-psiko-sosio-kutural-antropologis
dan juga teknologis (techno-sport) serta respon lingkungan (eco-sport),
maka amat sukar menetapkan sebuah batasan. Namun demikian dapat diidentifikasi
ciri yang bersifat umum (common denominator) sebagai berikut:
1. olahraga merupakan subsistem dari
bermain: pelaksanaan secara sukareka tanpa paksaan;
2. olahraga berorientasi pada
dimensi fisikal: kegiatan itu merupakan peragaan keterampilan fisik;
3. olahraga merupakan kegiatan riil,
bukan ilusi atau imajinasi;
4. olahraga, terutama olahraga
kompetitif, menekankan aspek performa dan prestasi sehingga di dalamnya
terlibat unsur perjuangan, kesungguhan, dan faktor surprise sebagai
lawan dari faktor untung-untungan sehingga performa itu dicapai melalui usaha
pribadi;
5. olahraga berlangsung dalam
suasana hubungan sosial dan bersifat kemanusiaan, bukan membangkitkan naluri
rendah, bahkan justru membangun solidaritas;
6. olahraga harus bermuara pada
upaya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan total (wellness) (KDI
Keolahragaan, 2000: 11-12).
Secara khusus dan ontologis, Richard
Schacht (1998: 126-127) mengemukakan konsepsinya tentang olahraga yang telah
dimodifikasi dari pandangan-pandangan sang filsuf martir, Nietzsche, yang pada
bagian ini dapat dijadikan acuan tambahan pengembangan Ilmu Keolahragaan.
1. Olahraga menjadi aktivitas
psikosomatik yang lepas dan terbuka di mana pikiran, tubuh, dan perasaan
seseorang terlibat secara serempak dalam berolahraga.
2. Olahraga memuat sifat kognitif
dan utilitarian meskipun tidak dalam kodrat dasariahnya.
3)
Olahraga merupakan satu spesies permainan yang khas dalam hal struktur dan
intensitasnya.
4)
Olahraga meliputi pengolahan dan pengembangan kecakapan, keahlian, dan
sensitivitas mental dan motorik, yang dapat diajarkan dan dipelajari, tetapi
tak dapat direduksi pada formula-formula dan aturan-aturan mekanis.
5)
Olahraga merupakan bagian fenomena sejarah dan budaya, dan bersifat sosial dan
interpersonal.
6)
Olahraga berpusat pada suatu jenis kompetisi, yang diilhami semangat “will
to power”.
7)
Olahraga memiliki kelenturan format perwujudan, namun sekaligus ketertiban tingkat
keseriusan.
Hasil investigasi filsafati Scacht
ini mengisyaratkan suatu keterbukaan ontologis olahraga, dipandang dari
filsafat ilmu. Artinya, ekstensifikasi dan intensifikasi ilmiah dapat terjadi
sampai pada interaksi yang bahkan revolutif di tingkat ontologis, misalnya
pergeseran objek studi. Apabila di penelitian ini objek studi Ilmu Keolahragaan
dibatasi pada fenomena gerak manusia, maka seiring perkembangan teknologi
olahraga dalam techno-sport, bisa jadi pengabsahan-pengabsahan permainan
yang sangat baru dengan instrumen teknologis sebagai fokusnya, menghasilkan
kesepakatan global tentang objek studi Ilmu Keolahragaan yang baru. Objek studi
Ilmu Keolahragaan kemudian tidak hanya menyangkut gerak insani, namun juga
prestasi piranti teknologi ciptaan “atlet”, seperti yang dapat diamati pada
perlombaan “Tamiya” di Indonesia akhir-akhir ini. (Bukankah secara awam dan
harfiah, pemaknaan gerak insani tidak tepat bila digunakan pada olahraga catur
dan bridge?).
c. Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Pendidikan jasmani adalah proses
sosialisasi melalui aktivitas jasmani, bermain dan/atau olahraga yang bersifat
selektif untuk mencapai tujuan pendidikan pada umumnya. Meskipun orientasi
pembinaan tertuju pada aspek jasmani, namun demikian seluruh skenario adegan
pergaulan yang bersifat mendidik juga tertuju pada aspek pengembangan kognitif
dan afektif sehingga pendidikan jasmani merupakan intervensi sistematik yang
bersifat total, mencakup pengembangan aspek fisik, mental, emosional, sosial
dan moral-spiritual (KDI Keolahragaan, 2000: 12).
Perlu ditegaskan bahwa pendidikan
jasmani pengertiannya bukan pendidikan terhadap jasmani, tetapi
pendidikan melalui jasmani. Secara definitif, Sukintaka
menterjemahkannya sebagai berikut.
…proses interaksi antara peserta
didik dengan lingkungan, melalui aktivitas jasmani yang dikelola secara
sistematik untuk menuju manusia Indonesia seutuhnya (Sukintaka, dalam Harsuki
dan Soewatini (ed.), 2003: 5).
Sedangkan dalam kaitannya dengan pendidikan secara nasional,
berdasarkan SK Mendikbud 413/U/1987, maka definisi pendidikan jasmani adalah:
…merupakan bagian integral dari
pendidikan keseluruhan yang bertujuan meningkatkan individu secara organik,
neuromuskuler, intelektual, dan emosional melalui aktivitas fisik (Abdulkadir,
dalam Harsuki dan Soewatini (ed.), 2003: 5).
Pendidikan kesehatan adalah proses
pembinaan pola atau gaya hidup sehat sebagai keterpaduan pengetahuan, nilai,
sikap dan perilaku nyata. Tujuan yang ingin dicapai adalah kesehatan total,
bukan dalam pengertian bebas dari cacat, tetapi sehat fisik, mental, dan
sosial, seperti tercakup dalam konsep wellness. Antara sakit dan sehat
bukan sebagai sebuah dikotomi, tetapi sehat bergerak dalam gerak kontinuum,
sehingga fungsi dari pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan dan
memelihara derajat kesehatan seseorang (KDI Keolahragaan, 2000: 12-13).
d. Rekreasi
Rekreasi adalah satu bentuk kegiatan
suka rela dalam waktu luang, bukan aktivitas survival, yang diarahkan
terutama dalam bentuk rekreasi aktif berupa aktivitas jasmani atau kegiatan
berolahraga. Pelaksanaannya harus sesuai dengan norma dan etika masyarakat.
Tujuan yang ingin dicapai mencakup aspek pemulihan kelelahan, relaksasi, atau
penanganan stress untuk menggairahkan hidup agar lebih produktif melalui
relativitas energi dalam suasana kehidupan yang riang, tanpa tekanan dan merasa
bahagia, di samping memperoleh pengakuan dari lingkungan sekitar melalui
jalinan hubungan sosial (KDI Keolahragaan, 2000: 13).
e. Tari
Tari menunjukkan fenomena peragaan
keterampilan ketangkasan, sehingga dari pengungkapan keterampilan gerak ia
masuk ke tapal batas kegiatan olahraga. Namun aktivitas jasmani tersebut lebih
bernuansa persyaratan seni atau faktor estetika, meskipun tidak bisa dibantah
bahwa dalam berolahraga banyak sekali dijumpai unsur-unsur seni dan keindahan
(KDI Keolahragaan, 2000: 13-14).
Maksud dan Sasaran Ilmu Keolahragaan
Pertanyaan apa yang dikaji oleh
suatu disiplin ilmu, merupakan pertanyaan mendasar yang dalam wilayah akademis
filsafat ilmu tercakup dalam ontologi ilmu (Jujun, 2002: 35). Permasalahan
maksud dan sasaran dari apa yang dikaji ilmu tertentu, merupakan permasalahan
ontologis juga yang merupakan cerminan pertanyaan-pertanyaan final “untuk
apa?”, atau “mengapa?”. Demikian juga dengan disiplin ilmu baru seperti Ilmu
Keolahragaan. Empat dimensi berikut ini menghasilkan sudut pandang berbeda
serta wilayah yang luas dari aspek-aspek yang menyusun keseluruhan jawaban dari
pertanyaan ontologis “apa fungsi Ilmu Keolahragaan itu?”. Meskipun Ilmu
Keolahragaan keberadaannya masih baru, sejarah Ilmu Keolahragaan atau ilmu
aktivitas jasmani dapat dilacak ke awal-awal abad 20, tanpa mempertimbangkan
interpretasi yang diberikan oleh para filsuf dan sarjana medis sebelum tahun
1900 (Haag, 1994: 23). Pembahasan empat dimensi dalam pertimbangan ontologis
“maksud dan sasaran” Ilmu Keolahragaan berikut ini merupakan pendasaran yang
sederhana dan dipersingkat.
a.
Dimensi Historis
Pertimbangan
historis menyajikan kerangka kerja luas dalam mencari jawaban atau dapat
menyumbang persepsi masa kini Ilmu Keolahragaan secara lebih baik.
Bagaimanapun, kesalinghubungan masa lalu, masa kini, dan masa depan merupakan
paradigma dasar berpikir yang tak dapat diabaikan: mengetahui masa lalu,
mengalami masa kini, membentuk masa depan.
Gerakan,
permainan dan olahraga sebagai bagian budaya manusia memiliki sejarah yang
menarik. Cara yang relatif objektif dalam mendapatkan data dalam perspektif
historis adalah menyampaikan perhatian terhadap topik yang diberikan pada
dokumen-dokumen kunci. Dengan menganalisa hasil ini secara kronologis,
kecenderungan dan perkembangan dapat diikuti sampai situasi terkini (Haag,
1994: 25-27).
b.
Dimensi Komparatif
Perspektif
horizontal termasuk dalam dimensi komparatif; Ini berhubungan dengan
perbandingan persoalan dan memberi jawab dalam sedikitnya dua perbedaan latar
belakang sosial-kultural atau negara-negara. Dengan menyimpulkan informasi dari
sudut pandang banyak negara, bermacam-macam gagasan dan solusi dapat sangat
meningkat. Keuntungan penggunaan pendekatan komparatif berlipat tiga:
1. lebih banyak informasi dan sistem
yang diperoleh tentang negara yang berbeda;
2. pandangan yang lebih baik
tercapai dalam sistem sendiri;
3. dihasilkan ide-ide untuk
perbaikan situasi/sudut pandang sendiri (Haag, 1994: 24).
Gerakan, permainan, dan olahraga
adalah hal yang menarik, karena merupakan pengalaman-pengalaman tindakan
manusia yang terikat secara kultural dan tersedia dalam informasi yang
bervariasi. Pendekatan lintas kultural dan internasional secara kontinu mencapai
nilai pentingnya, khususnya karena gerakan, permainan dan olahraga sebagai
ekspresi non-verbal manusia pada dasarnya bersifat internasional. Oleh karena
itu, studi-studi komparatif mungkin membantu mencapai jawaban yang solid dan
benar terhadap pertanyaan yang diberikan: “apa fungsi Ilmu Keolahragaan itu?”.
Jawaban-jawaban ini tak terbatas pada sisi pandang satu negara. Karena gerakan,
permainan dan olahraga merupakan fenomena internasional yang khas, tampaknya
sangat berguna dan perlu untuk mengikuti internasionalitas ini dalam perspektif
komparatif (Haag, 1994: 29).
c.
Dimensi Situasional/Status Quo
Dimensi situasional berarti, situasi
sekarang dianalisa sangat hati-hati dalam rangka solusi ilmiah persoalan yang
ada. Ini terutama terdiri dari analisis pustaka yang relevan dengan Ilmu
Keolahragaan dalam dekade terakhir. Bahkan jika proses perkembangan Ilmu
Keolahragaan ke arah kemantapan penuh dan diakui disiplin akademis berada pada
tingkat memuaskan, opini yang ada cukup tersedia mengenai persoalan yang
dihadapi. Bidang ilmiah yang baru dan sedang berkembang harus selalu
didiskusikan dan ditinjau kembali meta-teorinya sendiri agar mencapai
perkembangan besar dalam ranah ilmu pengetahuan. Oleh karenanya, dimensi
situasional mengenai pertanyaan “apa fungsi Ilmu Keolahragaan itu?” menjadi
penting untuk dapat dipertimbangkan. Dua parameter digunakan dalam dimensi
situasional: terminologi mengenai lembaga-lembaga Ilmu Keolahragaan dan
perkembangan jurnal dan organisasi-organisasi Ilmu Keolahragaan pada level nasional
dan internasional. Tidak diragukan bahwa dimensi situasional harus
dipertimbangkan sebagai dasar tindakan masa depan. Satu kesalahan, jika sesuatu
di masa lalu yang tetap konstan atau selalu berhubungan dengan apa yang disebut
impian masa depan yang lebih baik, kehilangan perspektif kekinian, situasi
aktual dan kondisi-kondisi konkret (Haag, 1994: 23 dan 31).
Kesulitan yang langsung tampak pada
eksplorasi pendasaran ontologis Ilmu keolahragaan dalam dimensi ini adalah
sifatnya yang cenderung berpijak pada ruang dan waktu tertentu, sehingga pola
universalitasnya harus terlebih dahulu melewati kompromi-kompromi keilmuan
global. Sejauh mana olahraga keindonesiaan tercatat dalam kamus dimensi
situasional, ditentukan oleh sosialisasi global informasi keolahragaan
Indonesia.
d.
Dimensi Masa Depan
Dimensi
ini lebih merupakan sifat dasar hipotetis dan bukan bukti secara ilmiah.
Bagaimanapun, ini merupakan tugas perguruan tinggi dan sarjana yang termasuk
dalam kerja universitas untuk berpikir ke depan, untuk mengembangkan perspektif
dan untuk berkarya pada konsep masa depan, didasarkan pada susunan pengetahuan
sejarah dan pemahaman kekinian yang seimbang.
Meskipun
demikian, adalah logis/sah untuk melihat masa depan dengan mana perspektif
dimensi futuristik ini dikembangkan berkenaan dengan lima persoalan relevansi
dasar perkembangan ke depan Ilmu Keolahragaan: fenomena olahraga,
internasionalitas, etika ilmu, metode penelitian, dan teori keilmuan. Lebih
jauh, proyeksi-proyeksi dibuat untuk tiga tingkat dasar penelitian Ilmu
Keolahragaan, yakni fase penemuan, realisasi dan aplikasi, dengan mana proses
penelitian mengikuti muatan logis ini. Oleh karena itu, dimensi futuristik
dapat menyumbang, apa yang disebut Willimczik, “Ilmu Keolahragaan
interdisipliner – ilmu dalam pencarian identitasnya” (Haag, 1994: 24 dan 42).
A.
Paradigma dalam Konsep
Epistemologi KDI-Keolahragaan
Dalam banyak bagian di buku KDI-Keolahragaan
(2000) sering disebutkankondisi dan konsep pengembangan Ilmu Keolahragaan di
Indonesia, baik diUniversitas maupun non-universitas. Pengembangan Ilmu
keolahragaan lebih lanjutdi Indonesia dititikberatkan pada aspek IPA, tanpa
meninggalkan IPS dan Humaniora(KDI-Keolahragaan, 2000: 27). Pernyataan ini
tidak didukung dengan pernyataan dibagian-bagian sebelumnya, namun di berbagai
universitas dalam operasionalnyamemang mengkonsentrsikan pengelolaan
keolahragaan di bidang IPA sebagai tindak lanjut konsep ini.Kenyataan
bahwa buku itu tidak mencantumkan daftar rujukan memang cukupmerepotkan,
khususnya untuk melihat garis hubung dengan kiblat keolahragaan ditanah air.
Namun pemaparan taksonomi batang tubuh Ilmu Keolahragaan yangsepenuhnya
mengambil konsepsi Haag (2004), sedikit banyak menegaskan posisiyang diinginkan
KDI-Keolahragaan, yakni orientasi epistemologis yang aplikatif-implemantatif dari pada eksploratif-inventif (diadopsi dari tulisan K. Bertens,Kompas, 2 Juli
2000) Artinya, pengembangan Ilmu Keolahragaan di Indonesia tidak lagi
mempermasalahkan dasar metateoritis/filosofisnya, seolah-olah apa
yangdikonsepsikan KDI-Keolahragaan dan dengan Deklarasi Ilmu Keolahragaan
sebagaiilmu mandiri tahun 1998 sudah cukup untuk menyangga bangunan
IlmuKeolahragaan di Indonesia dan pengembangannya. Hal inilah yang akan
dijadikanlandasan pijak peneliti untuk menuju context of discovery landasan epistemologi padabagian berikut ini.
BAB
III
SIMPULAN
Arah kajian Ilmu Keolahragaan secara
khusus adalah ilmu tentang manusia berkenaan dengan perilaku gerak insani yang
diperagakan dalam adegan bermain,
berolahraga dan berlatih (KDI Keolahragaan, 2000: 7). Karena itu, esensi dari
fokus studi Ilmu Keolahragaan adalah studi dan pendidikan manusia dalam gerak.
Tegasnya, arah kajian Ilmu Keolahragaan adalah gerak manusia (human
movement), sehingga objek formalnya adalah gerak manusia dalam rangka
pembentukan (forming) dan pendidikan (KDI Keolahragaan, 2000: 7).
DAFTAR
PUSTAKA
Komisi
Disiplin Ilmu Keolahragaan, Ilmu Keolahragaan Dan Rencana
Pengembangannya,Jakarta : Depertemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, 2000
Buruan mampir disitus kami . Situs yang penuh hadiah dan gampang menangnya
BalasHapusDimana hadiahnya dapat dimenangnya hanya dengan mendaftarkan ID hoki anda & bermain
disitus PELANGIQQASIA.COM
Situs ini merupakan situs bergengsi yang mudah untuk dimainkan bahkan banjir hadiah jutaan rupiahnya
Hanya dengan modal 25.000ribu rupiah saja , kamu sudah bisa bermain 8GAMES menarik kami :
-Bandar66 (NEW)
-BandarQ
-Capsa susun
-Poker
-Sakong
-Domino99
-Aduq
-Bandar poker
Situs ini dilengkapi dengan LIVE CHAT 24jam & cs yang ramah
JANGAN SAMPAI KETINGGALAN KESEMPATAN BESAR INI BOS ^^ Buruan mampir disitus kami . Situs yang penuh hadiah dan gampang menangnya
Dimana hadiahnya dapat dimenangnya hanya dengan mendaftarkan ID hoki anda & bermain